Mymisteri.blogspot.com | Penyebab kecelakaan pesawat Lion Air di Bali masih belum terungkap. Tim KNKT dibantu tim penyelidik dari Amerika Serikat dan tim Boeing belum menentukan penyebab terceburnya pesawat itu ke laut.
Namun demikian, sejumlah titik terang mulai tampak. Kantor Berita Reuters,
hari ini, Senin, 15 April 2013, menjabarkan kesaksian sumbernya tentang
upaya pilot Lion Air, Captain Mahlup Ghozali, yang berusaha mendaratkan
Boeing 737 800 NG, tapi malah 'terseret' angin, hingga jatuh di laut.
Menurut sumber itu, saat pesawat Lion Air akan mendarat, kopilot
Lion Air, Chirag Calra, tiba-tiba tidak lagi melihat runway akibat hujan
deras yang menghalangi pandangan. Kopilot asal India dengan 2.000 jam
terbang untuk Boeing 737 itu semula bertugas melaksanakan pendaratan
tersebut.
Kapten Ghozali yang sudah punya 15.000 jam terbang dan izin
instruktur terbang itu, mengambil alih kendali pesawat. Karena tak bisa
melihat lampu runway, Kapten Ghozali memutuskan untuk membatalkan
pendaratan dan melakukan "go around," sebuah istilah penerbangan untuk menaikkan kembali pesawat ke posisi yang aman terbang.
Namun, dia tidak berhasil menaikkan pesawat. Bukannya naik ke atas,
tapi malah 'terhisap" tak terkontrol. Di antara ketinggian 400 dan 200
kaki, kedua pilot menggambarkan bagaimana mereka berusaha menembus
sesuatu yang mereka gambarkan sebagai 'dinding air' (wall of water), demikian diungkapkan sumber Reuters.
"Kapten mengaku dia bermaksud kembali mengangkat pesawat, tapi dia
merasa pesawat yang dia kendalikan malah terseret angin ke bawah. Itulah
mengapa pesawat kemudian jatuh ke laut," kata sumber yang mengaku
mendengar kesaksian kru.
Awan badai microburst
Cuaca yang berubah buruk ini diperkuat kesaksian penumpang, Doni,
dan nelayan, Fendi. Nelayan ini mengaku melihat ada kabut sesaat Lion
Air akan mendarat. Fendi, mengatakan kondisi cuaca berkabut saat pesawat
jatuh.
Menurut kesaksian Fendi, pesawat terbang lambat sebelum jatuh. “Ada
dua pesawat, Lion dan satu pesawat lain di depannya. Pesawat di depan
Lion masuk lebih dulu ke landasaan. Tapi saat giliran Lion, ada kabut.
Pesawat lalu jatuh pelan menghadap ke utara,” kata dia.
Seorang penumpang, Doni, mengatakan, pesawat sudah sangat rendah saat dia melihat ada awan. "Setelah itu ada benturan. Jatuh."
Adanya cuaca buruk diperkuat laporan Flight Safety Foundation.
Dalam buletin untuk para pilot itu, dilaporkan adanya awan badai di
waktu yang bersamaan dengan kecelakaan Lion Air. Tepatnya, di ketinggian
1.700 kaki. Diduga, Lion Air nahas ini terkena microburst.
Di dunia penerbangan, istilah microburst dikenal sebagai udara yang turun di saat badai terjadi dengan skala kurang dari 4 kilometer. Dalam penerbangan, microburst adalah ancaman serius. Bila pilot tak cepat bertindak, tragedi akan terjadi.
Dalam kasus Lion Air, pesawat sudah ada di ketinggian 400 dan 200
kaki sehingga sulit sekali menghindari badai awan ini. Waktu sangat
sempit. Bila pesawat dalam kecepatan rendah saat menghantam medan microburst, secanggih apapun pesawat itu, tak akan mampu menghindari dampaknya.
Menurut Boeing, tipe pesawat 737 NG ini sebetulnya sudah dilengkapi alat untuk mendeteksi angin geser atau wind shear. Alat ini akan berbunyi secara otomatis jika di dekat pesawat ada wind shear. Dengan demikian, pilot pun bisa segera melakukan go around. Namun, tak diketahui sinyal apa yang didapati pilot dan berapa kecepatan pesawat saat kecelakaan itu.
Menunggu Kotak Hitam
Menteri Perhubungan Evert Ernest Mangindaan mengatakan, saat ini
Flight Data Recorder (FDR) sudah diamankan oleh KNKT. Menurutnya, FDR
sudah ada di Jakarta. “Mudah-mudahan secepatnya bisa membaca," kata
Mangindaan dalam jumpa pers di Kantor Kemenhub, Jakarta, 15 April 2013.
Sementara, rekaman percakapan pilot atau voice cockpit record (VCR) yang menjadi bagian penting kotak hitam pesawat Boeing 737-800 NG, sedang dalam proses pengambilan di pesawat.
"Lokasi sudah diketahui, tapi belum bisa diambil kemarin. Targetnya
hari ini VCR sudah bisa ditemukan. Mudah-mudahan hari ini sudah bisa
diambil. Letaknya di ekor pesawat," ujar dia.
Mangindaan mengungkapkan cuaca di bandara itu berawan menjelang
jatuhnya Lion Air itu. Informasi didapatnya dari petugas tower ATC (Air
Traffic Controller), saat itu cuaca di Bandara Ngurah Rai berawan dan
hujan rintik-rintik di ujung runway (landasan pacu) 09.
Runway 09 itu merupakan landasan di Bandara Ngurah Rai yang
rencananya digunakan Lion Air JT-904 rute Bandung-Denpasar untuk
mendarat. Untuk diketahui, landasan 09 ini tidak dilengkapi dengan
instrumen sistem pendaratan, sehingga ketinggian dan kecepatan pesawat
menjelang pendaratan dikendalikan manual oleh pilot.
"Pilot, Mahlup Ghozali, Warga Negara Indonesia itu memiliki
pengalaman 12 ribu jam terbang. Khusus untuk Boeing 737, pilot sudah
5.000 jam terbang," kata Mangindaan.
Sementara kopilot memiliki jam terbang yang lebih rendah.
Mangindaan mengungkapkan, kopilot Chirag Calra hanya memiliki pengalaman
1.300 jam terbang. Calra diketahui berkebangsaan India.
Untuk tindakan selanjutnya, kata Mangindaan, kedua pilot sedang menjalani tindakan preventif. "Di-grounded-kan."
Boeing 737-800 NG Lion Air, yang gagal mendarat dan jatuh laut ini
merupakan pesawat baru buatan tahun 2013. Dengan jumlah jam terbang 146
jam. "Masa berlaku, sertifikat kelayakan udara, sampai 20 Maret 2014,"
ujarnya.
Mangindaan mengatakan pesawat terjatuh pada pukul 15.10 WITA. Saat
itu, petugas menara bandara telah memperkenankan pesawat untuk mendarat.
"Artinya clear untuk mendarat di runway 09. Namun Pukul 15.10
WITA, pilot pesawat Garuda memberi informasi melihat langsung Lion
menuju landasan, tapi tiba-tiba hilang," kata dia.
Pilot Garuda 145 tersebut yang memberikan informasi pada unit tower bahwa pesawat Lion Air mendarat di laut.
Evakuasi bangkai pesawat
General Manager Angkasa Pura I Ngurah Rai, Purwanto, mengatakan
proses evakuasi bangkai pesawat Lion Air sudah dimulai. Pemotongan
dilakukan oleh tim penyelam Angkatan Laut.
Selanjutnya, saat air laut surut, evakuasi bangkai pesawat Lion Air
akan dilakukan dengan mengangkat bodi pesawat. "Kami akan coba dengan crane
untuk mengangkat ekor pesawat dulu. Lalu kami lanjutkan dengan
mengangkat bodi pesawat yang dipotong menjadi tiga bagian," kata
Purwanto.
Setelah dipotong tiga bagian, akan diangkat dengan crane, kalau gagal akan digunakan balon milik Angkatan Laut. Dia memperkirakan evakuasi body pesawat itu memakan 2-3 hari.
Komandan Lapangan Udara Ngurah Rai, Letnan Kolonel PNB Atang
Sudrajat, menjelaskan dua opsi evakuasi bangkai pesawat Lion Air yang
masih teronggok di dekat landasan pacu Bandara Ngurah Rai, Bali.